4 Tahap Kebiasaan untuk Mengembangkan Kemampuan Menulis Puisi

Raenata Sachi
4 min readMar 26, 2023

--

La marchande de fleurs lisant oleh Victor Gabriel Gilbert

Beberapa waktu lalu, saat pertama kali aku menunjukkan kepada dunia mengenai jari ajaibku untuk terus-menerus bergelut menciptakan puisi dengan penuh majas, acapkali orang-orang menumpahkan pertanyaan padaku. Pertanyaan yang paling sering terlontarkan tepat setelah puisi itu dicerna oleh mereka adalah “Bagaimana kamu menulis ini?” Sejujurnya, aku tak pernah mendefinisikan pertanyaan itu sebagai bentuk kagum atau hinaan untuk kalimat tak masuk akal yang aku tulis, tapi aku senang akan tanggapan itu.

Selama menulis–dan membaca tentunya–karya tulis, aku membiasakan diri untuk menganggap tulisan, kalimat, kata, bahkan aksara adalah sebuah karya. Dan karya adalah bentuk kebebasan penulis yang tidak dapat dimutlakkan kebenarannya, kesalahannya, kekeliruannya, serta keunggulannya. Semua itu bergantung dan amat berpegang teguh dengan preferensi penulis dan pembaca, seperti sebuah karya seni dengan seniman dan penikmatnya. Maka aku membebaskan diri mengekspresikan segala sesuatu yang aku rasakan dan juga aku lihat dengan narasi yang menurutku cocok dan pantas untuk tertuang dalam karya puisiku.

Di samping itu, tentu ada faktor pembentuk karya puisiku yang mulai mengental dengan karakteristik tersendiri. Hal itu tercipta dari adanya kebiasaan. Sebenarnya, aku tak pernah menyangka kebiasaanku yang berawal dari gabut mampu membentuk kemampuan yang mengental hari demi hari. Ada 4 tahap kebiasaanku yang mengembangkan kemampuan menulis dalam diriku dan mungkin tahapan ini cocok untuk kamu implementasikan.

1. Tulis apa saja di mana saja dan kapan pun itu

Seperti yang aku sebut, kebiasaan pertama ini aku lakukan berawal dari rasa gabut. Saat di masa peralihan menuju remaja yang penuh problematika idealisme akan kisah romansa bocah SMP, tentu segala macam quotes dari rasanya jatuh cinta hingga patah hati sedang naik daun di semua jejaring sosialku. (Maklum, korban dongeng Princess Disney yang ‘happily ever after.’) Terutama untuk bocah SMP sepertiku yang aktif mencari istilah baru dari tren lokal hingga mancanegara.

Pada peluang ini aku kerap menyalin ulang semua kata-kata bijak, gombal, galau, apapun itu ke salah satu buku kosong, kamu bisa mulai melakukan ini dari halaman belakang buku tulismu, atau pada pojok kosong di selembar kertas bekas gorengan.

Di lain sisi aku menuliskan semua itu dengan tulisan tegak bersambung. Entah dengan tujuan apa dulu aku melakukan itu, mungkin karena kelewat gabut. Tulisan itu kini sudah memenuhi semua halaman buku kosongku dan total dengan tulisan tegak bersambung.

Maka, dari kebiasaan yang konsisten ini kamu akan merasakan beberapa perubahan dan perkembangan dalam mengolah ragam kalimat dan kosakata.

2. Melatih struktur berpikir

Dari yang awalnya tulisanku hanya jiplakan quotes orang lain. Seiring waktu, aku mulai mencari cara agar tulisan ini bisa aku pamerkan di instagram stories, tetapi tanpa dicap plagiarisme oleh teman-teman sepergaulanku. Muncul pertanyaan bagaimana menulis ulang dengan kalimat yang berbeda namun tetap bermakna sama?

Cara yang dapat kamu lakukan adalah dengan menstrukturkan pikiran. Pada awalnya, waktu yang termakan saat aku menulis sambung memancing otakku untuk memikirkan kalimat, kata, atau pun suatu kejadian yang cocok untuk dilanjutkan dalam tulisanku.

Dari pikiran yang terstruktur mampu membantu kamu menyisun kalimat, kata demi kata, mulai dari kosakata paling pasaran hingga kosakata yang perlu effort untuk digali di KBBI atau mencari sinonimnya. Selain itu otak akan memproses semua hal yang tertulis untuk menyajikan kalimat yang cocok dan juga mengingat istilah-istilah baru.

Dan, setelah itu aku sukses membuat quotes berbeda namun bermakna sama.

3. Bermain majas

Karena dominasi quotes yang dulu aku gemari bersifat ngode ke gebetan dan patah hati, aku sukses dinobatkan menjadi “Ratu Galau” oleh teman sepergaulanku. Jelas aku menolaknya, toh, seharian penuh aku di sekolah tersenyum dan tertawa. Maka muncul pertanyaan lagi, bagaimana agar puisiku tidak mudah diartikan?

Di sini aku mulai memainkan majas. Kamu bisa menggunakan subjek selain diri sendiri dan perasaan pribadi. Walaupun karya tulis seharusnya memang ditulis atas kejujuran penulisnya, tidak salah pula menulisnya dengan tidak terang-terangan. Mulailah menuliskan malam, hujan, ranting, dan segala benda-benda yang mampu disulap menjadi makhluk perasa. Lalu menyambungkannya dengan situasi-situasi yang akan digambarkan.

Namun, apa sudah selesai? Belum!

4. Memancing empati dengan berdiri di sepatu orang lain

Beberapa temanku memang jelas berhenti mengejekku sebagai Ratu Galau. Akan tetapi orang-orang bernalar tinggi itu masih menang dan membuat aku tertantang. Maka pada tulisanku saat perubahan total untuk menggambarkan hujan sebagai sendu, senja sebagai rindu, dan lain sebagainya aku rombak lagi.

Dengan mulai memandang sekitar dan memainkan imajinasi guna memancing empati. Ciptakan perasaan yang dibuat-buat untuk memenuhi dirimu saat sedang menyalakan mode empati ini. Pada tahap ini, kamu bolej memancing empati dengan berimajinasi menjadi orang lain.

Caraku adalah dengan membuat dongeng sendiri seperti menjadi anak nelayan yang menunggu bapak pulang dengan perasaan ragu akankah ayahandanya membawa banyak ikan atau lagi dan lagi sampah yang tersangkut di jaringnya? Bisa pula tentang kesedihan seorang wanita yang digantung perasaannya oleh pria asing yang telah menjadi cinta pertamanya sejak umur lima tahun di taman kota. Empati juga bisa aku bangun dengan hal membahagiakan seperti menjadi gitar dari anak pengamen buta dan sang anak pertama kalinya memuji ia sebagai gitar yang cantik.

Singkatnya, kamu hanya perlu memberikan kesan hiperbola pada hal yang sebenarnya sederhana untuk disadari dalam tulisan. Dengan melibatkan perasaan maka mampu menghidupkan situasi yang digambarkan. Terus berlatih untuk menciptakan situasi sederhana dengan majas yang ciamik serta penggambaran subjek yang juga penuh kiasan maka, voila, puisi cantik siap disantap!

Sukses untukku berkembang dengan liarnya imajinasi. Ya, walaupun efek dari trik terakhir ini menjadikanku seseorang yang mudah terharu.

Itulah jawaban untuk pertanyaan ‘Bagaimana kamu menuliskan ini?’ pada puisi-puisiku. Untuk kamu yang mungkin hendak membaca beberapa puisi-puisiku saat berada di 4 tahap tersebut, sila berkunjung ke blog-ku yang hampir usang.

Semoga bermanfaat dan jangan lupa baca buku hari ini, bestie!

--

--

Raenata Sachi
Raenata Sachi

Written by Raenata Sachi

Biasa bergelut dengan cerita dan puisi, kini sedang belajar menghadapi kenyataan dalam menulis.

No responses yet