5 Alasan Kenapa Sering ke Perpustakaan ‘itu’?
Saat di bangku SMA, hal apa yang membuat Ibumu ‘tepok jidat’ dan di titik ‘tidak bisa berkata apa-apa lagi’?
Kali ini, aku telah membuat ibuku di tahap tersebut, membuat dia bimbang ingin membebaskan atau memarahiku. Ia memandang aku sebagai siswa kelas dua belas — 3 SMA — yang seharusnya belajar dari pagi ke pagi, menyantap banyak latihan soal, dan segala ke-ambis-an mengejar Perguruan Tinggi. Sebaliknya, ibuku kerap mendapati aku bolak-balik ke perpustakaan, bahkan di hari libur sekalipun. Ia lebih terkejut lagi — sebagai introvert — aku mengunjungi perpustakaan sendirian bermodalkan transportasi umum selama empat puluh lima menit lebih perjalanan.
Kenapa, sih, sering ke perpustakaan? Itu pertanyaannya.
Ini pengalamanku ke salah satu perpustakaan di Jakarta dengan hal-hal yang membuatku betah mengunjunginya hingga hari ini.
Perpustakaan Jakarta
Perpustakaan yang tepat di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, dan berikut fasilitas memanjakannya.
1. Bisa Rebahan
Saat pertama kali mengunjungi perpustakaan ini, hal yang cukup menarik perhatianku adalah fasilitas bantal di salah satu ruang membaca. Fasilitas ini tentunya sangat menunjang kenyamanan punggung saat membaca buku. Apalagi jika sedang sepi pengunjung, jelas lebih tenteram untuk selonjoran di sini. Salah satu posisi yang menjadi pilihanku di ruang baca ini adalah dengan menurunkan bantal di sudut lantai lalu duduk dengan setumpuk buku. Wah, jelas sekali selain selonjoran sebebasnya ataupun meringkuk senyamannya dan aman buat punggung remaja jompo kayak diriku ini, hahaha!
2. Suasana yang memanjakan
Perpustakaan Jakarta tidak puas-puasnya menghipnotis dengan vibes yang tenteram, asri, serta memanjakan mata. Perpustakaan Jakarta memberikan nuansa cokelat terang dari hampir seluruh fasilitas yang ada, dinding berbalut motif abstrak dari semen, juga dominasi jendela yang menampilkan jalan raya Cikini serta pemandangan sunset. Dengan banyaknya sinar matahari yang masuk, acapkali aku mondar-mandir di hampir seluruh lantai untuk menikmati masing-masing pemandangan di jendelanya, lho! Meski begitu, jangan khawatir tentang panas matahari, perpustakaan ini tetap terasa sangat dingin. Apalagi dengan dekorasi minimalis dan tanaman-tanaman hijau. Coba, siapa yang gak betah?
3. Mesin yang menenteramkan jiwa introvert.
Perpustakaan Jakarta baru saja merilis mesin self-check. Mesin yang cukup membantu saat ingin meminjam buku dan mengembalikan buku. Cukup dengan memindai kode batang dari kartu anggota dan dilanjut meletakkan buku yang hendak dipinjam atau dikembalikan. Dengan dirilisnya mesin ini, ga perlu lagi mengantre di pusat informasi untuk meminta bantuan petugas. Yeyyy, damai sentosa!
4. Night at Library
Salah satu agenda di setiap hari Jumat s.d. Minggu dengan dibukanya perpustakaan untuk umum hingga pukul 20.00. Saat pertama kali aku mengunjungi Perpustakaan Jakarta di malam hari, itu adalah saat di mana tempat ini jauh lebih menghipnotis. Pemandangan taman di sebelah kiri — dari arah masuk eskalator — beserta lampu-lampu di sekelilingnya sangat mengindahkan langit malam. Lampu di sekitar rak-rak buku menyala dan memberikan cahaya kekuningan yang berhasil menarik perhatianku untuk ingin mengambil beberapa buku (lagi dan lagi).
5. Lorong yang memanjakan mata
Ini adalah bagian yang selalu menjadi pusat perhatianku — bahkan semua pengunjung — setiap mengunjungi Perpustakaan Jakarta adalah lorong khusus buku-buku dengan nomor kode sekitar 823 hingga 863. Lorong yang terletak di lantai 5 ini sengaja dibuat kecil dan bernuansa malam. Penyinarannya didominasi oleh lampu kekuningan di sepanjang rak saja. Dari hampir seluruh lorong yang ada dengan pencahayaan cukup terJu saja, fasilitas ini membuat aku puas berswafoto ria karena sangat menunjang estetika untuk dipamerkan. Kamu jangan sampai kalah start buat foto di sini, apalagi kalau sama orang yang tersayang!
Yap, itulah 5 alasan untuk menjawab pertanyaan di awal. Bagiku, perpustakaan Jakarta merupakan salah satu tempat sarang-sarang ideku terus bertambah. Segala inspirasi bisa digarap hanya dengan melamun di bangku kayunya. Semua antusiasme pada buku tertumpahkan sempurna dan sukses membuatku mondar-mandir dari meja ke rak buku dan sebaliknya dengan bertumpuk buku sekaligus. Bisa pula tanpa membawa satu buku sama sekali, melainkan terduduk tiga jam lebih dengan wajah yang semakin pucat karena menghadapi soal-soal tryout SNBT yang luar biasa mencekam. Ya, terasa di rumah sendiri, hahaha!
Kalau kamu yakin gak, di sini memanjakan banget? Aku, sih, yes!
Sekian tulisan amatir ini hadir dan jangan lupa baca buku hari ini, bestie!